Demo Site

Senin, 23 Agustus 2010

Kader Jenggot di Gerbong Mutasi


SEMBILAN jenderal itu berdiri tegap dengan pandangan lurus ke depan. Tongkat komando dipegang erat-erat di bawah ketiak tangan kiri. Semua atribut kebesaran polisi, tanda pangkat, dan sederet emblem penghargaan menempel di seragam cokelat mereka. Kamis pagi pekan lalu, di ruang rapat utama Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, kesembilan perwira tinggi itu baru saja dilantik menjadi kepala kepolisian sejumlah daerah.
Inilah bagian dari prosesi pergeseran besar-besaran para perwira di kepolisian. Tak kurang dari 556 perwira-dari pangkat ajun komisaris besar sampai inspektur jenderal-digeser. "Biasanya, untuk jumlah sebanyak itu, mutasi dilakukan dalam beberapa gelombang," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch Neta S. Pane. "Baru kali ini ada lebih dari 500 orang digeser bersamaan."
Prosesi pengesahan pergeseran sebenarnya dimulai pada Jumat dua pekan lalu. Di ruang yang sama, Kepala Kepolisian Bambang Hendarso Danuri dijadwalkan memimpin serah-terima jabatan untuk sejumlah posisi di Markas Besar Kepolisian. Tapi, tanpa alasan jelas, acara ini dibatalkan mendadak. Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Komisaris Besar Untung Yoga Ana ketika itu mengatakan Jenderal Bambang harus menghadiri rapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Informasi itu dibantah Istana Kepresidenan, juga oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Beberapa saat kemudian muncul keterangan bahwa Kepala Polri sakit. Setelah itu, selama dua hari, Bambang Hendarso tak menghadiri sejumlah acara kenegaraan, termasuk pidato Presiden di Dewan Perwakilan Rakyat. "Semua orang di ruangan itu tahunya Kapolri ada rapat dengan Presiden," kata Untung memberikan alasan kesimpangsiuran informasi tentang "hilang"-nya Jenderal Bambang (lihat "Misteri 'Friday the 13th'").
Mutasi besar-besaran ini juga disorot pada mekanisme pengangkatan para pejabatnya. "Tak ada parameter jelas untuk pergantian kali ini," kata Neta. "Ada yang menuding ini mutasi untuk orang-orang yang dekat dan loyal kepada Jenderal Bambang Hendarso."
Memimpin kepolisian sejak 24 September 2008, Bambang Hendarso akan pensiun pada Oktober mendatang dalam usia 58 tahun. Sejumlah perwira tinggi telah diajukan ke Komisi Kepolisian Nasional untuk menjadi pengganti lulusan Akademi Kepolisian 1974 itu.
Pada pergeseran pejabat ini, nama yang dinilai bermasalah antara lain Inspektur Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Johny Waenal Usman untuk Kepala Polda Sulawesi Selatan, dan Inspektur Jenderal Hadiatmoko menjadi Kepala Polda Bali. Ada pula sejumlah jenderal bintang satu yang dipromosikan menjadi inspektur jenderal. Padahal masa pensiun mereka tinggal empat-lima bulan lagi. Mereka kini ditempatkan sebagai anggota staf pengajar alias widyaiswara utama di Sekolah Pimpinan Polri.
Badrodin, sebelumnya Kepala Badan Pembinaan Hukum Markas Besar Polri, mendapat sorotan tajam. Ditunjuk menjadi Kepala Polda Jawa Timur, wilayah strategis, ia termasuk di daftar pemilik rekening yang melakukan transaksi mencurigakan versi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Aneka perpindahan keuangannya dianggap tak sesuai dengan pendapatannya sebagai perwira polisi. Sampai sekarang penyidikan polisi atas kasus rekening gendut itu tak pernah jelas. "Penunjukan Badrodin adalah bukti polisi tidak memahami keresahan masyarakat dalam kasus ini," kata Koordinator Hukum Indonesia Corruption Watch Febridiansyah.
Nama lain yang juga disorot adalah Johny Waenal Usman. Pada Desember 2000, ketika menjadi Komandan Brigade Mobil di Abepura, Papua, dia terlibat pelanggaran berat hak asasi manusia. Ketika itu polisi Abepura kalap dan menyerang masyarakat setelah seorang rekan mereka tewas dalam bentrok dengan kelompok bersenjata. Akibat penyerbuan, tiga warga Papua tewas. Ratusan lainnya ditahan.
Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan keterlibatan Johny. Dia pun diseret ke Pengadilan Hak Asasi Manusia di Makassar, dan dituntut 10 tahun penjara. Namun, September 2005, majelis hakim membebaskannya. "Kasus Abepura memang sudah selesai tapi kekecewaan di kalangan korban peristiwa itu masih berbekas," kata Usman Hamid, Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan. Promosi Johny, dinilai Usman, tidak sensitif pada persepsi para korban pelanggaran hak asasi itu.
Promosi Inspektur Jenderal Hadiatmoko menjadi Kepala Polda Bali juga jadi bahan pergunjingan. Januari lalu, namanya muncul dalam persidangan kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam persidangan, salah satu terdakwa, mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar, mengaku ditekan oleh Hadiatmoko-ketika itu Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri. Oleh Hadiatmoko, Wiliardi diminta membuat pengakuan agar bisa menjerat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar.
Meski kemudian dibantah, munculnya pernyataan Wiliardi itu telah mencoreng polisi. Apalagi, belakangan, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji juga bersaksi di sidang yang sama. Mantan atasan Hadiatmoko itu tidak membantah keterangan Wiliardi. "Hadiatmoko adalah pengawas penyidikan dalam perkara ini," kata Susno. "Dia tidak melapor pada saya, melainkan langsung ke Kapolri."
Kepada wartawan seusai pelantikan sembilan kepala kepolisian daerah, Jenderal Bambang Hendarso menangkis kritik itu. Menurut dia, semua perwira polisi yang dilantik telah menyelesaikan masalah mereka. "Semua baik-baik saja,'' ujarnya. Khusus untuk Johny Waenal, ia mengatakan, pengadilan telah memutus bebas.
Badrodin Haiti menolak berkomentar. Tapi, dalam persoalan rekening gendut, berkali-kali ia mengatakan menyerahkannya ke Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi. Adapun Hadiatmoko hanya menjawab tudingan itu dengan mengirim pesan pendek: "Mohon dukungannya. Saran dan kritik supaya kami lebih baik lagi."
Neta Pane menduga keputusan Bambang Hendarso mempromosikan sejumlah perwira lebih didasari kedekatan personal. "Soalnya, tak ada alat ukur yang jelas untuk menilai pas-tidaknya penempatan ini," kata Neta. Rumor tak sedap ini dibenarkan oleh Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional Adnan Pandu Pradja. "Saya juga mendengar begitu," katanya.
Sumber Tempo yang dekat dengan para petinggi Markas Besar Polri mengatakan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi yang diketuai Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani meradang dengan keputusan Bambang Hendarso. Sebab, hasil rapat Dewan Kepangkatan tidak dipakai dalam proses penentuan pejabat baru. "Memang keputusan akhir ada di tangan Kepala Polri, tapi baru kali ini mutasi sama sekali mengabaikan rekomendasi Dewan Kepangkatan," kata sumber itu.
Jusuf Manggabarani sendiri tak bisa dimintai komentar soal ini. Telepon dan SMS yang dikirim Tempo tak dibalas. Tapi, Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Ketut Untung Yoga Ana membantah kabar yang menyebut adanya perpecahan antara Kepala Polri dan Dewan Kepangkatan. "Itu suara dari luar yang tidak benar," kata Untung kepada Erwin Daryanto dari Tempo.
Sumber Tempo menyebut mutasi itu membuat sejumlah perwira senior gerah lalu melakukan manuver. Mereka meminta nama-nama jenderal calon kepala kepolisian daerah yang dinilai masih bermasalah segera dibatalkan pengangkatannya. Tak hanya dari dalam, tekanan juga datang dari luar. Istana juga tak sreg dengan nama-nama pejabat baru yang diusulkan Bambang Hendarso.
Tapi informasi itu juga dibantah oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Iskandar Hassan. "Ini mutasi biasa yang sudah melalui prosedur," katanya. Pergantian besar-besaran ini, menurut dia, menandai regenerasi di tubuh polisi. "Karena ada banyak perwira senior yang pensiun tahun depan, mutasi ini menjadi penting," katanya.
Iskandar memastikan pergeseran para perwira ini sudah dibahas dan disetujui Dewan Kepangkatan. "Tidak ada yang namanya mutasi berdasarkan kedekatan dengan Kapolri," katanya. "Sistem kami sudah baku."
Soal banyaknya jumlah perwira yang dimutasi, Iskandar punya jawaban. "Ini terkait dengan restrukturisasi organisasi Polri yang sudah disetujui Presiden," katanya. Dalam struktur baru polisi, ada pemekaran jabatan untuk sejumlah pos penting. Karena itu, Iskandar memastikan mutasi ini bakal berlanjut. "Setelah Lebaran nanti, akan ada lagi mutasi untuk mengisi posisi baru pascarestrukturisasi," katanya.
Dalam struktur baru kepolisian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 disebutkan organisasi Polri terdiri atas tingkat pusat sampai daerah, meliputi Markas Besar Polri, kepolisian daerah, kepolisian resor, dan kepolisian sektor. Kepolisian wilayah dihapus dalam struktur. Sejumlah posisi juga akan dinaikkan level kepangkatannya.
Satu indikasi akan segera terjadi mutasi jilid dua yang melibatkan lebih banyak lagi perwira tinggi adalah posisi Irjen Praktiknyo. Dilepas dari Kepala Polda Jawa Timur, ia kini menempati pos Wakil Kepala Badan Intelijen Keamanan, posisi yang sebelumnya diisi perwira bintang satu. Pada mutasi berikutnya, perwira polisi yang naik menjadi bintang tiga berpeluang besar menjadi calon Kepala Kepolisian pengganti Bambang Hendarso.
Patronase dalam proses mutasi sebenarnya sudah jamak. "Kalau tidak ada petinggi yang mengatrol seseorang ke atas, sampai kapan pun dan sebaik apa pun kinerja orang itu, dia tak akan sampai ke atas," kata Alfons Lemau, pensiunan komisaris besar yang kini aktif mengawasi polisi dari luar. "Makanya polisi sering disebut sebagai kader jenggot, karena akar mereka di atas, bukan di bawah," katanya tertawa lebar.
Komisi Kepolisian Nasional sebenarnya sudah menawarkan solusi untuk meningkatkan akuntabilitas pemilihan kepala kepolisian daerah. "Kami sudah minta agar pergantian kepala kepolisian daerah tidak diputuskan sendiri oleh polisi," kata Adnan Pandu Pradja. Menurut dia, akan lebih baik jika Komisi Kepolisian dilibatkan dalam menyeleksi pemimpin polisi di daerah. "Ketika kepala daerah sudah dipilih langsung oleh rakyat, agak kurang tepat jika kapolda masih ditunjuk oleh atasannya," katanya. Model ini, kata Adnan, sudah diterapkan di kepolisian Jepang, yang sering disebut menjadi rujukan untuk reformasi internal Polri.
Wahyu Dhyatmika, Setri Yasra

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar & Saran

Mengenai Saya

Foto Saya
wido'e
“Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.”
Lihat profil lengkapku

ShoutMix chat widget

ShoutMix chat widget